Lampung —
Praktik pengiriman kendaraan bermotor tanpa dokumen resmi kembali mencoreng wajah transportasi nasional. Sejumlah bus Antar Lintas Sumatera (ALS) yang melintas di Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan, diduga kuat menjadi sarana pengangkutan motor-motor tanpa dokumen sah, seperti Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB).
Informasi ini diperoleh dari sumber internal yang dapat dipercaya. Ia menyebut bahwa praktik tersebut telah berlangsung cukup lama dan melibatkan sejumlah oknum yang diduga memiliki kepentingan di kawasan pelabuhan.
Sudah bukan rahasia lagi. Aktivitas pengiriman motor tanpa surat ini sering terjadi, dan diduga ada pihak-pihak yang menutup mata,” ungkap sumber tersebut kepada infopengawaskorupsi-my.id, sembari meminta identitasnya dirahasiakan.
Upaya konfirmasi kepada Komandan Regu Polisi Militer (Dansubdenpom) II/3-2 Lampung Selatan, Letda CPM Bagus Setiawan, melalui pesan WhatsApp, sempat menimbulkan kejanggalan. Pada awalnya, ia menyatakan bahwa permasalahan tersebut telah ditangani oleh pihak Patroli Jalan Raya (PJR). Namun, tak lama berselang, keterangan itu berubah. Ia kemudian menyebut bahwa seluruh STNK kendaraan yang diangkut dalam bus ALS tersebut dinyatakan lengkap dan perkaranya telah dilimpahkan ke PJR Tol Lampung.
Perubahan keterangan yang begitu cepat menimbulkan tanda tanya publik. Sejumlah pengamat menilai hal tersebut dapat memunculkan dugaan adanya intervensi atau upaya untuk menutupi fakta sebenarnya.
Publik butuh transparansi. Jika memang tidak ada pelanggaran, seharusnya aparat berani membuka data dan hasil pemeriksaan secara terang benderang,” ujar salah seorang pemerhati transportasi nasional.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PJR Lampung belum memberikan tanggapan resmi atas dugaan tersebut. Masyarakat mendesak agar aparat penegak hukum, khususnya Polda Lampung, segera menelusuri dan menindak tegas setiap pihak yang terlibat dalam dugaan praktik ilegal itu.
Apabila terbukti benar, kasus ini bukan hanya mempermalukan nama Pelabuhan Bakauheni sebagai jalur vital Sumatera–Jawa, tetapi juga menunjukkan lemahnya pengawasan dan potensi praktik korupsi serta penyalahgunaan wewenang di sektor transportasi publik.
Penegakan hukum harus berpihak pada kebenaran dan kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta ketentuan Pasal 55 KUHP bagi pihak yang turut serta dalam perbuatan melawan hukum.
Publik berharap, pihak berwenang segera menindaklanjuti temuan ini secara profesional, transparan, dan tanpa tebang pilih. Negara tidak boleh kalah oleh jaringan mafia transportasi yang merusak sistem dan mencederai rasa keadilan masyarakat.(red).
